Rabu, 12 September 2012

Musim Nikah -ABCDE-

Musim nikah! Normalkah aku menyebutnya demikian?
Banyak sekali orang yang menikah tahun ini. Terutama orang - orang yang berada di sekelilingku. Orang - orang yang kukenal. Karena itu aku menyebutnya musim nikah. Bermacam - macam cerita yang kudapat dari orang - orang yang akan atau sudah menikah itu. Mulai dari yang bingung menentukan tanggal, sibuk memesan ini itu, membuat kebaya dan sebagainya. Ada pula yang sibuk menghitung pundi - pundi uang yang dipunyainya. Cukup atau tidak untuk menyelenggarakan suatu pernikahan dengan konsep tertentu. Yah, macam - macam lah. Sedikit akan aku bagi disini :)

Si A, salah seorang temanku, berkeluh kesah tentang undangan, souvenir, dan makanan untuk hari pernikahan kakaknya. Super sibuk dengan telepon dari berbagai orang. Mulai dari desainer, toko ini, toko itu, dan orang rumahnya. Usut punya usut, dia memang sudah menyanggupi menjadi WO di nikahan kakaknya ini. Maka, selama 3 bulan menjelang hari H, berpusing - pusinglah dia dengan segala macam tetek bengek pernikahan. Dia bahkan lebih repot dibandingkan calon mempelainya sendiri. Semuanya harus "siap" pada waktunya. Sesuai jadwal. Justru karena ini nikahan orang lain, jadi semuanya harus "pas". Tidak boleh mengecewakan!

Si B, teman yang baru saja melangsungkan pernikahannya. Kami bertemu tak lama setelah pernikahannya. Dia menceritakan betapa pusingnya mengurusi pernikahan. Terutama budgeting. Semuanya harus dipikirkan dengan benar. Mana yang "perlu" dan mana yang "tidak perlu" harus dipilih dengan serius. Tetapi, meskipun sudah berhati - hati, tetap saja kebutuhan "membengkak" sehingga dia harus merogoh kocek, atau menggesek atmnya lebih sering lagi (haha...). Setelah sibuk dengan hari H, maka tiba saatnya dia melihat uang di tabungannya. Dan apalah daya, memang terkuras habis. Wow... memang, pernikahan membutuhkan banyak biaya. Pesannya "setidaknya, kamu harus punya uang minimal sejumlah XXX untuk modal nikah, ne."
brrrr... baiklaaah....akan saya pikirkan dengan "matang" saran dari anda, Sir :)

Si C, teman yang sibuk menghadiri kondangan. Entah apa namanya. Miss Kondangan juga tepat sepertinya. Karena dia sangat suka menerima undangan dan hadir di kondangan. Bahkan untuk nikahannya sendiri pun belum terpikir. Tetapi yang terpikir justru selalu "baju mana ya yang harus aku pakai untuk kondangan minggu ini?" Memesan dan menjahit baju menjadi kebutuhannya. Apalagi dengan nikahan orang - orang dekat, dia akan menyesuaikan warna baju dengan konsep undangan. Misalnya pengantin memakai baju ungu, maka dia juga akan menjahit baju warna ungu. Sibuk menghadiri kondangan dari teman - teman adalah pengisi waktu luang-nya di saat weekend. Yah, itu lebih baik daripada shopping di mall :p

Si D, orang yang nikah tanpa modal. Kenapa aku bilang tanpa modal? Karena memang dua - duanya, dia dan calon suaminya tidak memiliki modal sepeser pun yang harus dikeluarkan. "Serahkan saja semua sama ortu kita" itu kata - katanya. Semua modal bersumber dari ortu masing - masing. Maka, jadilah mereka pasangan yang harus menurut pada orang tua. Konsep pernikahan, undangan, siapa saja yang diundang, berapa banyak yang diundang, semuanya yang mengatur adalah mami-nya. "Terserah saja deh" itu kata - kata jitu yang dikeluarkan saat dimintai pendapat. Karena toh apa yang ditanyakan mami-nya sebenarnya tidak butuh jawaban. hanya butuh "persetujuan" darinya. Jadi, ketika pesta pernikahan berlangsung, yang tersenyum bahagia adalah mami-nya :D

Si E, selalu bersitegang dengan keluarganya. Terutama saat menjelang hari H pernikahannya. Dia ingin seperti ini, keluarganya ingin seperti itu. Entah sudah berapa kali terjadi adegan banting pintu di rumahnya. Adegan sama - sama tidak mau bicara juga sering terjadi. Tidak mau mengalah dan tetap memaksakan kehendak adalah cerita si E dan mama-nya. Terakhir, entah sudah berapa kali dia bolak balik ke tukang undangan. Mulai dari desain-nya yang tidak sesuai dengan keinginan mama-nya, sampai penambahan jumlah undangan. H-seminggu, mamanya ingin menambah lagi jumlah undangan. Sungguh masalah undangan ini merepotkan bukan saja untuk si E, tetapi juga untuk tukang pembuatnya. "Ingin teriak saja rasanya" begitu keluhnya :(

Mungkin masih banyak lagi kisah si F, si G, si H dan seterusnya dan seterusnya. Semakin aku berpikir, menikah itu sungguh repot dan banyak yang harus dipersiapkan. So,dipikir - pikir dulu aja deh sepertinya :s

inne_chan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar