Rabu, 20 Agustus 2014

Kutipan novel : The Fault in Our Stars

>>>Hanya ada satu hal di dunia ini yang lebih menyebalkan daripada mati gara - gara kanker di usia enam belas, yaitu punya anak yang mati gara - gara kanker. - Hazel

Saya tahu, saya tidak boleh menggunakan pointers ketika menulis seperti ini. Baru saja seseorang menasehati. Tetapi sudahlah, toh ini bukan tulisan akademis. Jadi saya berupaya membuatnya enak dibaca dan tidak membingungkan saja.

>>>Aku tahu. Dunia bukanlah pabrik pewujud keinginan. - Augustus

Ngomong - ngomong tentang pewujud keinginan, saya teringat tentang "peri" yang bisa mengabulkan keinginan anak - anak yang sakit parah. Terutama karena kanker. Mungkin sebagian orang berpikir, "ah tidak ada gunanya" atau "halah, cuma cari sensasi biar dibilang baik". Tetapi saya salut dengan para pekerja sosial yang memang mengabdikan dirinya untuk sedikit membantu ini. Setidaknya senyuman dari anak - anak tersebut akan membuat kita lega. Bahwa kita masih berusaha menjalani kodrat kita sebagai manusia, yaitu mempunyai sisi kemanusiaan.

>>>Kau ditakdirkan menjalani hari - harimu sebagai anak yang sama persis seperti dirimu dulu ketika pertama kali didiagnosis, anak yang memercayai adanya kehidupan setelah sebuah novel berakhir. Kau adalah efek samping dari proses evolusi yang hanya sedikit memedulikan kehidupan individual. Kau adalah eksperimen mutasi yang gagal. - Van Houten

Teringat kata - kata seseorang bahwa "anak yang dilahirkan dengan suatu kekurangan atau penyakit yang menetap, tidak punya masa depan". Dan dia berusaha mati - matian untuk mengatakan bahwa pernyataan tersebut salah.  Mereka punya masa depan! Saya berkunjung ke sebuah panti dimana banyak anak - anak dengan keterbatasan disana rajin membuat tahu. Ya, tahu untuk dijual di pasar. Saya salut dengan mereka, mereka bahkan bisa menghasilkan sesuatu untuk menghidupi diri mereka sendiri berdasarkan keterampilan yang diajarkan pada mereka.

>>>Dan kesimpulan saya adalah, karena saya begitu dekat dengan Anne, sebagian besar orang tua tidak benar - benar mengenal anak mereka. - Otto Frank

Entahlah, secara wajar anak tumbuh dengan menakjubkan! Bagaimana mungkin mereka mengetahui hal - hal yang kita tidak tahu? Dan mungkin lebih baik menyimpan hal - hal yang tidak orangtua kita ketahui itu untuk diri kita sendiri. Karena terkadang, itu jauh lebih baik :)

>>> Sebagian besar hidupku telah kuhabiskan dengan berupaya tidak menangis di hadapan orang yang mencintaiku. Kau mengatakan pada diri sendiri bahwa jika mereka melihatmu menangis, itu akan melukai mereka, dan kau hanya akan menjadi Kesedihan dalam hidup mereka, padahal kau tidak boleh menjadi kesedihan saja. - Hazel

Saya teringat dengan seseorang yang mengatakan kalimat yang hampir mirip dengan apa yanng Hazel katakan. Dia mendatangi saya ketika saya sakit, kepala saya seperti dipukul ke dinding berulang - ulang, dan otak saya di dalam seperti sedang diremas - remas. Saat itu saya memang menangis, bukan tangisan meraung - raung meminta Tuhan untuk menyingkirkan sakit kepala ini, tetapi tangisan dalam diam. Dengan ekspresi muka diam, air mata terus mengucur dari mata saya. Saya tahu, saya melihat, bagaimana saya melukai orang - orang yang menyayangi saya dengan semua tangisan itu. Mereka tidak dapat berbuat apa - apa sementara saya menahan rasa sakit yang luar biasa. Mungkin yang bisa saya harapkan adalah pingsan saat itu juga. Tetapi sayangnya itu tidak terjadi.  Dan bagaimana rasanya mendengar perkataan seperti itu disaat kita sedang menahan rasa sakit? Saya ingin berteriak, "saya berharap saya tidak menangis! Tetapi saya tidak bisa. Ini terlalu sakit! Kalau tidak percaya, kau boleh mencobanya!"

-inne_chan-

Minggu, 10 Agustus 2014

couple with cancer by john green

Siang yang diiringi dengan lagu "selamat malam" di sebuah library #random

Sepanjang hari ini saya membaca The fault in our stars punyanya john green. Sebuah novel tentang orang - orang yang berdamai dengan kanker. Yah, menunggu kematian itu tidak mudah. Tapi selalu bisa dijalani dengan indah jika kita mau berusaha :)

Saya teringat percakapan pagi ini dengan dia. Saya bilang, mungkin saya dididik untuk dapat menerima semua berita buruk dengan hati lapang. Dia hanya tertawa. Ya, membaca buku ini saya jadi ingat beberapa tahun lalu ketika saya harus rutin ke rumah sakit sebulan sekali. Menyetok obat!! Rontgen!! Cek darah rutin!! Fiuhhh,,,,

Diagnosa yang saya dapat dari dokter, saya sebut berita buruk beberapa tahun lalu. Mendengarnya seorang diri, tidak ada yang bisa saya lakukan selain mencerna dengan baik informasi yang diberikan oleh dokter. Lalu, apa yang saya lakukan? Entah otak saya yang sudah kacau atau jantung saya yang masih dag dig dug, saya memutuskan tidak melakukan apa - apa. Bahkan tidak menangis! Haha *amazing*

Saya hanya duduk di pinggiran jalan, tepatnya di trotoar, sambil memeluk hasil laboratorium saya! Yah, sekitar beberapa saat saya berada dalam posisi tersebut sampai lalu lintas yang padat menyadarkan saya. Tapi saya banyak bersyukur karena penyakit tersebut :))

inne_chan

Jumat, 01 Agustus 2014

Ragam Pernikahan

Melihat pernikahan seorang teman yang diselenggarakan di ballroom hotel berbintang sekian, antara melongo dan mikir. Pertanyaan pertama, habis berapa? Kedua, pake WO nggak ya? Ternyata betapa ribetnya pernikahannya. Mulai dari persiapan yang harus dilakukan jauh - jauh hari, booking hotel, fitting baju, bla bla bla lamaaaaa sebelum pernikahan dilangsungkan. Dia bilang, mengalami susah tidur berbulan - bulan karena memikirkan acara pernikahannya ini. Astaga!!

Dan teman saya dari Eropa yang iseng saya ajak ke acara nikahan, langsung melongo juga. Kalimat pertama yang terucap "betapa mahal menikah di Indonesia". Saya langsung tertawa. Yah, resepsi semacam itu normal disini. Tapi bagi dia, itu termasuk pesta pernikahan yang "wah". Kemudian dia bercerita kalau pernikahan di luar negeri lebih simpel. Saya berpikir, ini baru saya ajak ke resepsi yang cuma standing party. Gimana kalau saya ajak ke pernikahan yang membutuhkan prosesi adat dan lain sebagainya? Dia bisa lebih melongo lagi.

Sementara saya ingat sekitar 4 tahun yang lalu, saya menghadiri sebuah pernikahan yang sangat sederhana. Kenapa saya bilang sederhana? Karena diadakan di sebuah kamar kos! Wow,,, baru sekali itu saya melihat pernikahan di kos. Ceritanya, si ibunya ini memang tinggal di kos karena pekerjaannya. Dan dia berniat untuk menikah kedua kali setelah bertahun - tahun menjanda. Karena si calonnya ini dari daerah yang sama, maka mereka sepakat untuk melangsungkan pernikahan di kos tersebut. Yang diundang? Tentu saja bisa dihitung. Penghulu, si mempelai, keluarga keduanya, yang punya kos dan anak kos. Sebenarnya anak kos lebih berfungsi sebagai penerima tamu. Persiapannya? Tentu saja kurang dari 1 bulan. Dan tidak perlu ibu ini seperti teman saya yang susah tidur berbulan - bulan.

Yah, begitulah ragam pernikahan. Banyak sekali perbedaan. Tapi, yang penting kan apa esensi dari pernikahan itu sendiri.

inne_chan